Dalam jurnal ini penulis menerangkan bahwa pajak memiliki peranan penting sebagai sumber penerimaan negara, Karena dari sektor penerimaan pajak inilah yang paling banyak memberikan kontribusi terhadap pemasukan negara. Yang mana dalam perkembangannya sektor penerimaan dibidang perpajakan ini menyumbangkan dana paling besar bagi APBN negara. Karena pajak memiliki kontribusi yang besar maka agar suatu pendapat negara dari pajak bisa maksimal maka dari itu perlu adanya suatu aturan yang bersifat mengikat, mengatur dan memaksa dalam hal ini ialah Hukum Pajak.
Sehingga penulis berpikir agar tujuan negara bisa terwujud perlu adanya regulasi yang mengatur tentang penerimaan pajak tersebut, sehingga target yang ingin dicapai sesuai apa yang diharapkan. Karena apa yang terjadi dalam realitanya banyak sekali wajib pajak yaitu rakyat yang telah memenuhi kriteria untuk dipungut pajaknya oleh negara seringkali tidak mematuhi dalam pembayaran pajaknya. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan suatu aturan yang bersifat memaksa dan disertai sanksi hukum bagi para wajib pajak yang tidak melaksanakan kewajibannya
Penulis menyatakan bahwa agar pungutan pajak dapat memberi rasa keadilan bagi masyarakat dan tidak dilakukan secara sewenang-wenang , maka perlunya suatu bentuk musyawarah dalam penyusunan suatu undang – undang yang melibatkan DPR sebagai wujud repsentasi perwakilan rakyat beserta Presiden. Sehingga hasil dari perumusan Undang – undang tidah menyalahi aturan konstitusi UUD 1945. Agar pungutan pajak tidak menciderai rasa keadilan didalam kehidupan bermasyarakat dan tidak dilakukan secara sewenang-wenang oleh penguasa, maka perlu suatu peraturan dalam bentuk undang-undang sehingga Tindakan tersebut bersifat legal. Dimana dalam membuat suatu aturan tentang perpajakan haruslah terlebih dahulu dimusyarahkan bersama antara pihak legislatif dan eksekutif sehingga menghasilkan suatu aturan yang sah menurut konstitusi yang mana telah diatur didalam Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 , yang mana kemudian suatu aturan tersebut bisa diterima dan dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk memungut pajak sesuai dengan intruksi Pasal 23A ayat (1) UUD 1945.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan kewajiban pajak masyarakat, tentunya diperlukan adanya kebijakan atau hukum yang mengatur pajak itu sendiri guna mencapai kesejahteraan secara menyeluruh bagi masyarakat dan negara. Fungsi dari hukum pajak sendiri antara lain sebagai landasan dalam membuat suatu kebijakan pemungutan pajak yang berlandaikan pada efesiensi, nilai keadilan, dan disusun sejelas-jelasnya dalam Perundangan pajak. Hukum Pajak hadir dengan fungsi sebagai payung hukum yang menjelaskan mengenai siapa yang menjadi subjek dan wajib pajak berserta dengan kewajibannya, objek-objek apa saja yang dapat dijadikan objek pajak, timbul dan hapusnya utang pajak, serta bagaimana cara melakukan penagihan pajak.
Adapun mengenai pembagian pajak, pajak dapat dibagi menjadi tiga kelompok bagian yang terdiri berdasarkan golongan, wewenang pemungut ataupun sifatnya, Agar lebih jelas dapat dijabarkan dalam penjelasan berikut :
1. Menurut Golongan Pajak dikelompokkan menjadi dua,
a. Pajak langsung: adalah Pembayaran pajak yang harus ditanggung sendir oleh wajib pajak yang bersangkutan tanpa bisa dialihkan kepada pihak lain.
Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung adalah pembayaran pajak yang dapat dialihkan kepada pihak lain.
Contoh : Pajak Pertambahan nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
2. Menurut Sifatnya, Pajak dapat dikelompokkan menjadi dua,
a. Pajak subjektif: pajak yang pengenaannya memerhatikan kondisi pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak harus memerhatikan kondisi subjeknya.
b. Pajak objektif: pajak yang pengenaannya memerhatikan kondisi objeknya saja baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang menimbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa melihat keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun domisilinya.
3. Menurut kewenangan Pemungutannya, Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Pajak pusat/pajak negara adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan hasilnya akan masuk ke APBN dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.
Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai , Pajak PenjualanAtas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Materai
b. Pajak Daerah: pajak yang wewenang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) yang hasilnya masuk ke APBD dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Contoh Pajak Provinsi : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Rokok.
c. Contoh Pajak Kabupaten/Kota : Pajak Reklame, Pajak Hotel, Pajak Hiburan dan Pajak Penerangan Jalan.
sumber jurnal : sumber jurnal
baca juga :
1. analisis sosiologis peranan hukum pajak
2. peranan hukum pajak dalam upaya
3. analisis jurnal peranan hukum pajak
3.
Komentar
Posting Komentar